Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta.
Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa,
Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan
di kawasan Indonesia timur. Surabaya terkenal dengan sebutan Kota
Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan
merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah. Kata Surabaya konon
berasal dari cerita mitos pertempuran antara sura (ikan hiu) dan baya (buaya) dan akhirnya menjadi kota Surabaya
Sejarah
Sebelum kedatangan Belanda

Lambang kota Surabaya pada masa Hindia Belanda (1934)
Surabaya dulunya merupakan gerbang Kerajaan Majapahit, yakni di muara Kali Mas. Bahkan hari jadi Kota Surabaya ditetapkan sebagai tanggal 31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya terhadap pasukan kerajaan Mongol utusan Kubilai Khan.
Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai ikan SURO
(ikan hiu/berani) dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat
digambarkan sebagai BOYO (buaya/bahaya), jadi secara harfiah diartikan
berani menghadapi bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu
diperingati sebagai hari jadi Surabaya.
Pada abad ke-15, Islam mulai menyebar dengan pesat di daerah Surabaya. Salah satu anggota Wali Songo, Sunan Ampel, mendirikan masjid dan pesantren di daerah Ampel. Tahun 1530, Surabaya menjadi bagian dari Kerajaan Demak.
Menyusul runtuhnya Demak, Surabaya menjadi sasaran penaklukan Kesultanan Mataram, diserbu Panembahan Senopati tahun 1598, diserang besar-besaran oleh Panembahan Seda ing Krapyak tahun 1610, diserang Sultan Agung tahun 1614. Pemblokan aliran sungai Brantas oleh Sultan Agung akhirnya memaksa Surabaya menyerah. Suatu tulisan VOC tahun 1620 menggambarkan Surabaya sebagai negara yang kaya dan berkuasa. Panjang lingkarannya sekitar 5 mijlen Belanda
(sekitar 37 km), dikelilingi kanal dan diperkuat meriam. Tahun
tersebut, untuk melawan Mataram, tentaranya sebesar 30 000 prajurit.
Dalam perjanjian antara Paku Buwono II dan VOC pada tanggal 11 November 1743, Surabaya diserahkan penguasaannya kepada VOC.
Zaman Hindia-Belanda
Pada zaman Hindia-Belanda, Surabaya berstatus sebagai ibukota Karesidenan Surabaya, yang wilayahnya juga mencakup daerah yang kini wilayah Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang. Pada tahun 1905, Surabaya mendapat status Kotamadya (Gemeente). Pada tahun 1926,
Surabaya ditetapkan sebagai ibukota provinsi Jawa Timur. Sejak itu
Surabaya berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di Hindia-Belanda
setelah Batavia.
Sebelum tahun 1900, pusat kota Surabaya hanya berkisar di sekitar Jembatan Merah saja. Sampai tahun 1920-an, tumbuh pemukiman baru seperti daerah Darmo, Gubeng, Sawahan, dan Ketabang. Pada tahun 1917 dibangun fasilitas pelabuhan modern di Surabaya.
Tanggal 3 Februari 1942, Jepang menjatuhkan bom di Surabaya. Pada bulan Maret 1942, Jepang berhasil merebut Surabaya. Surabaya kemudian menjadi sasaran serangan udara Sekutu pada tanggal 17 Mei 1944.
Pertempuran mempertahankan Surabaya
Setelah Perang Dunia II usai, pada 25 Oktober 1945, 6000 pasukan Inggris-India yaitu Brigade 49, Divisi 23 yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby mendarat di Surabaya dengan perintah utama melucuti tentara Jepang,
tentara dan milisi Indonesia. Mereka juga bertugas mengurus bekas
tawanan perang dan memulangkan tentara Jepang. Pasukan Jepang
menyerahkan semua senjata mereka, tetapi milisi dan lebih dari 20000
pasukan Indonesia menolak.

Tentara Britania menembaki 'sniper' dalam pertempuran di Surabaya
26 Oktober 1945, tercapai persetujuan antara Bapak Suryo, Gubernur Jawa Timur dengan Brigjen Mallaby
bahwa pasukan Indonesia dan milisi tidak harus menyerahkan senjata
mereka. Sayangnya terjadi salah pengertian antara pasukan Inggris di Surabaya dengan markas tentara Inggris di Jakarta yang dipimpin Letnan Jenderal Sir Philip Christison.
27 Oktober 1945,
jam 11.00 siang, pesawat Dakota AU Inggris dari Jakarta menjatuhkan
selebaran di Surabaya yang memerintahkan semua tentara Indonesia dan
milisi untuk menyerahkan senjata. Para pimpinan tentara dan milisi
Indonesia marah waktu membaca selebaran ini dan menganggap Brigjen
Mallaby tidak menepati perjanjian tanggal 26 Oktober 1945.
28 Oktober 1945,
pasukan Indonesia dan milisi menggempur pasukan Inggris di Surabaya.
Untuk menghindari kekalahan di Surabaya, Brigjen Mallaby meminta agar
Presiden RI Soekarno dan panglima pasukan Inggris Divisi 23, Mayor Jenderal Douglas Cyril Hawthorn untuk pergi ke Surabaya dan mengusahakan perdamaian.
29 Oktober 1945, Presiden Soekarno, Wapres Mohammad Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin Harahap bersama Mayjen Hawthorn pergi ke Surabaya untuk berunding.
Pada siang hari, 30 Oktober 1945,
dicapai persetujuan yang ditanda-tangani oleh Presiden RI Soekarno dan
Panglima Divisi 23 Mayjen Hawthorn. Isi perjanjian tersebut adalah
diadakan perhentian tembak menembak dan pasukan Inggris akan ditarik
mundur dari Surabaya secepatnya. Mayjen Hawthorn dan ke 3 pimpinan RI
meninggalkan Surabaya dan kembali ke Jakarta.
Pada sore hari, 30 Oktober 1945,
Brigjen Mallaby berkeliling ke berbagai pos pasukan Inggris di Surabaya
untuk memberitahukan soal persetujuan tersebut. Saat mendekati pos
pasukan Inggris di gedung Internatio, dekat Jembatan merah, mobil
Brigjen Mallaby dikepung oleh milisi yang sebelumnya telah mengepung
gedung Internatio.
Karena mengira komandannya akan diserang oleh milisi, pasukan Inggris
kompi D yang dipimpin Mayor Venu K. Gopal melepaskan tembakan ke atas
untuk membubarkan para milisi. Para milisi mengira mereka diserang /
ditembaki tentara Inggris dari dalam gedung Internatio dan balas
menembak. Seorang perwira Inggris, Kapten R.C. Smith melemparkan granat
ke arah milisi Indonesia, tetapi meleset dan malah jatuh tepat di mobil
Brigjen Mallaby.
Granat meledak dan mobil terbakar. Akibatnya Brigjen Mallaby dan
sopirnya tewas. Laporan awal yang diberikan pasukan Inggris di Surabaya
ke markas besar pasukan Inggris di Jakarta menyebutkan Brigjen Mallaby
tewas ditembak oleh milisi Indonesia.
Letjen Sir Philip Christison marah besar mendengar kabar kematian
Brigjen Mallaby dan mengerahkan 24000 pasukan tambahan untuk menguasai
Surabaya.
9 November 1945,
Inggris menyebarkan ultimatum agar semua senjata tentara Indonesia dan
milisi segera diserahkan ke tentara Inggris, tetapi ultimatum ini tidak
diindahkan.
10 November 1945,
Inggris mulai membom Surabaya dan perang sengit berlangsung terus
menerus selama 10 hari. Dua pesawat Inggris ditembak jatuh pasukan RI
dan salah seorang penumpang Brigadir Jendral Robert Guy Loder-Symonds
terluka parah dan meninggal keesokan harinya.
20 November 1945,
Inggris berhasil menguasai Surabaya dengan korban ribuan orang prajurit
tewas. Lebih dari 20000 tentara Indonesia, milisi dan penduduk Surabaya
tewas. Seluruh kota Surabaya hancur lebur.
Pertempuran ini merupakan salah satu pertempuran paling berdarah yang
dialami pasukan Inggris pada dekade 1940an. Pertempuran ini menunjukkan
kesungguhan Bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dan
mengusir penjajah.
Karena sengitnya pertempuran dan besarnya korban jiwa, setelah
pertempuran ini, jumlah pasukan Inggris di Indonesia mulai dikurangi
secara bertahap dan digantikan oleh pasukan Belanda. Pertempuran tanggal
10 November 1945 tersebut hingga sekarang dikenang dan diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Geografi
Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Selat Madura di Utara dan Timur, Kabupaten Sidoarjo di Selatan, serta Kabupaten Gresik
di Barat. Surabaya berada pada dataran rendah,ketinggian antara 3 - 6 m
di atas permukaan laut kecuali di bagian Selatan terdapat 2 bukit
landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan ketinggiannya antara 25 - 50 m
di atas permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang.
Surabaya terdapat muara Kali Mas, yakni satu dari dua pecahan Sungai Brantas.
Penduduk
Menurut Sensus Penduduk Tahun 2010, Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.765.908 jiwa.[3] Dengan wilayah seluas 333,063 km²,[4] maka kepadatan penduduk Kota Surabaya adalah sebesar 8.304 jiwa per km².
Suku Bangsa
Suku Jawa
adalah suku bangsa mayoritas di Surabaya. Dibanding dengan masyarakat
Jawa pada umumnya, Suku Jawa di Surabaya memiliki temperamen yang
sedikit lebih keras dan egaliter. Salah satu penyebabnya adalah jauhnya Surabaya dari kraton yang dipandang sebagai pusat budaya Jawa.
Meskipun Jawa adalah suku mayoritas (83,68%), tetapi Surabaya juga
menjadi tempat tinggal berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk suku Madura (7,5%), Tionghoa (7,25%), Arab (2,04%), dan sisanya merupakan suku bangsa lain seperti suku Bali, Batak, Bugis, Manado, Dayak, Toraja dan Ambon atau warga asing.
Sebagai pusat pendidikan, Surabaya juga menjadi tempat tinggal
mahasiswa dari berbagai daerah dari seluruh Indonesia, bahkan di antara
mereka juga membentuk wadah komunitas tersendiri. Sebagai pusat
komersial regional, banyak warga asing (ekspatriat) yang tinggal di daerah Surabaya, terutama di daerah Surabaya Barat.
Agama

Masjid di Surabaya pada masa kolonial
Agama Islam
adalah agama mayoritas penduduk Surabaya. Surabaya merupakan salah satu
pusat penyebaran agama Islam yang paling awal di tanah Jawa dan
merupakan basis warga Nahdatul Ulama yang beraliran moderat. Masjid Ampel didirikan pada abad ke-15 oleh Sunan Ampel, salah satu pioner Walisongo.
Agama lain yang dianut sebagian warga adalah Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Walaupun Islam merupakan mayoritas di Surabaya kerukunan umat beragama
saling menghormati, menghargai dan saling menolong untuk sesamanya
cukuplah besar, niat masyarakat Surabaya dalam menjalankan ibadahnya,
hal ini bisa dilihat bangunan Masjid Agung Surabaya bersebelahan dengan salah satu gereja besar di kota ini. Di kota ini juga berdiri Gereja Bethany yang merupakan gereja terbesar di Asia Tenggara.
Tidak hanya itu saja banyaknya yayasan-yayasan sosial yang berazaskan
agama juga banyak, mereka bekerja sama dalam kegiatan bakti sosial.
Bahkan ada satu wadah Kerukunan Umat Beragama di Surabaya yang sering
Exist dalam menyikapi suatu problem sosial manusia agar tidak mudah
terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang akan
merusak persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia pada umumnya serta
masyarakat Jawa Timur khususnya.
Bahasa
Surabaya memiliki dialek khas Bahasa Jawa yang dikenal dengan Boso Suroboyoan.
Dialek ini dituturkan di daerah Surabaya dan sekitarnya, dan memiliki
pengaruh di bagian timur Provinsi Jawa Timur. Dialek ini dikenal
egaliter, blak-blakan, dan tidak mengenal ragam tingkatan bahasa seperti
Bahasa Jawa standar pada umumnya. Masyarakat Surabaya dikenal cukup fanatik dan bangga
terhadap bahasanya. Tetapi oleh peradaban yang sudah maju dan banyaknya
pendatang yang datang ke Surabaya yang telah mencampuradukkan bahasa
Suroboyo, Jawa Ngoko dan Madura, bahasa asli Suroboyo sudah punah.
Contoh Njegog:Belok, Ndherok:Berhenti, Gog:Paklek/Om,
Maklik:Bulek/tante.
Perekonomian
Sebagai kota metropolitan, Surabaya menjadi pusat kegiatan
perekonomian di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Sebagian besar
penduduknya bergerak dalam bidang jasa, industri, dan perdagangan.
Banyak perusahaan besar yang berkantor pusat di Surabaya, seperti PT Sampoerna Tbk, Maspion, Wing's Group, Unilever, Pakuwon Group, Jawa Pos Group dan PT PAL.
Pusat perkantoran dan highrise building (CBD) berada di sekitar Jalan
Tunjungan, Basuki Rahmad, Darmo, Mayjen Sungkono, HR. Muhammad dan Ahmad
Yani. Kawasan industri di Surabaya diantaranya Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), Karangpilang dan Margomulyo.
Dewasa ini terdapat belasan mal-mal besar dan puluhan supermarket besar. Pusat perbelanjaan modern ternama diantaranya: Tunjungan Plaza, Pakuwon Trade Center dan Supermall Pakuwon Indah (satu gedung), Mal Galaxy, Golden City Mall,
Bubutan Junction (BG Junction), Royal Plaza, City of Tomorrow (CiTo),
Surabaya Town Square (Sutos), Hi Tech Mall, Grand City Mall, Maspion
Square, MEX Building, Pasar Atum Mall, ITC Surabaya, Plaza Marina
(dahulu Sinar Fontana), dan Plasa Surabaya
yang oleh masyarakat Surabaya lebih dikenal dengan Delta Plaza serta
yang paling baru saat ini adalah Empire Palace, yang sekaligus merupakan
wedding mal pertama di Indonesia. Sedangkan pusat perbelanjaan
tradisional ternama diantaranya Pasar Turi, Pasar Atom, dan Darmo Trade
Center (DTC) yang dahulunya adalah Pasar Wonokromo.
Budaya
Surabaya dikenal memiliki kesenian khas:
- Ludruk, adalah seni pertunjukan drama yang menceritakan kehidupan rakyat sehari-hari.
- Tari Remo, adalah tarian selamat datang yang umumnya dipersembahkan untuk tamu istimewa
- Kidungan, adalah pantun yang dilagukan, dan mengandung unsur humor
Selain kesenian khas di atas, budaya panggilan arek (sebutan khas Surabaya) diterjemahkan sebagai Cak untuk laki-laki dan Ning
untuk wanita. Sebagai upaya untuk melestarikan budaya, setiap satu
tahun sekali diadakan pemilihan Cak & Ning Surabaya. Cak & Ning
Surabaya dan para finalis terpilih merupakan duta wisata dan ikon
generasi muda kota Surabaya.
Setiap setahun sekali diadakan Festival Cak Durasim
(FCD), yakni sebuah festival seni untuk melestarikan budaya Surabaya
dan Jawa Timur pada umumnya. Festival Cak Durasim ini biasanya diadakan
di Gedung Cak Durasim, Surabaya. Selain itu ada juga Festival Seni
Surabaya (FSS) yang mengangkat segala macam bentuk kesenian misalnya
teater, tari, musik, seminar sastra, pameran lukisan. pengisi acara
biasanya selain dari kelompok seni di surabaya juga berasal dari luar
surabaya. diramaikan pula pemutaran film layar tancap, pameran kaos
oblong dan lain sebagainya. diadakan setiap satu tahun sekali di bulan
juni bertempat di Balai Pemuda
Pendidikan
Perguruan tinggi negeri
- Universitas Airlangga (UNAIR) merupakan perguruan tinggi yang paling tua, terletak di pusat kota[5].
- Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) merupakan salah satu perguruan tinggi teknik terkemuka di Indonesia, dan dikenal unggul dalam teknologi robotika dan perkapalan/maritim[6].
- Universitas Negeri Surabaya (Unesa, dahulu adalah IKIP Surabaya)[7]
- IAIN Sunan Ampel[8]
- Akademi Angkatan Laut
- Universitas Trunojoyo[9]
Perguruan tinggi swasta
- Universitas Hang Tuah
- Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. (UWKS)
- Universitas Narotama (UNNAR Surabaya)
- Universitas Ciputra (UC)
- Universitas Pelita Harapan (UPH)
- Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi - Almamater Wartawan Surabaya (STIKOSA - AWS)
- Universitas Surabaya (Ubaya),
- Universitas Kristen Petra,
- Unika Widya Mandala,
- Universitas Katolik Darma Cendika (UKDC),
- Universitas Ciputra,
- Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
- Sekolah Tinggi Manajemen Infomatika dan Teknik Komputer Surabaya (STIKOM),
- Institut Sains Terapan dan Teknologi Surabaya (iSTTS),
- Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur,
- Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
- Universitas Dr. Soetomo (Unitomo),
- Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS).
- Universitas Bhayangkara Surabaya (Ubhara Surya).
- Universitas Merdeka Surabaya (Unmer Surabaya)
- Universitas Putra Bangsa Surabaya (UPB)
- Universitas Sunan Giri (UNSURI) Surabaya .
- Institut Teknologi Pembangunan Surabaya (ITPS).
- Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS).
- Institut Informatika Indonesia (IKADO).
- Sekolah Tinggi Pariwisata " Satya Widya " Surabaya.
- Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Surabaya.
- Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya (STIE Perbanas)
- Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBMT Surabaya
- Universitas Wijaya Putra (UWP) Surabaya.
- Universitas Widya Kartika Surabaya (UWIKA)
- Universitas W.R.Supratman (Unipra) Surabaya.
- Universitas Empat Lima (Unpatma) Surabaya.
- Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Katolik St. Vincentius a Paulo Surabaya (STIKVINC/STIKES-RKZ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar